Ahmadiyah, adalah Jamaah Muslim yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Berdirinya Ahmadiyah Pakistan yang dipimpin Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908), dilatarbelakangi tiga faktor. Pertama, kolonialisme Inggris di benua Asia Selatan. Kedua, kemunduran kehidupan umat Islam di segala bidang. Dan ketiga, proses kristenisasi oleh kaum misionaris. Dari latar belakang sejarah, munculnya Ahmadiyah mirip kelahiran Muhammadiyah (Dawam Rahardjo, islamlib.com/id/index.php?page=article&id=850).
Penyebaran Ahmadiyah di Indonesia bermula dari kedatangan Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad ke Jogjakarta pada Maret 1924 untuk menghadiri Kongres Ke-13 Muhammadiyah. Mereka dipersilakan berbicara dalam kesempatan tersebut. Beberapa pemikiran Ahmadiyah menarik perhatian banyak orang, terutama yang berkaitan dengan isu kedatangan Mesias atau Al Masih.
Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai “Organisasi Saudara Muhammadiyah”.
Perkembangan Ahmadiyah tidak menjadi surut dengan adanya fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah. Pada tahun 1930, pemerintah kolonial memberikan pengakuan terhadap Ahmadiyah. Selain ketua Djojosoegito, terdapat nama Erfan Dahlan sebagai pengurus. Erfan Dahlan adalah putra H Achmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang belajar tentang Ahmadiyah di Lahore dan kemudian mengembangkan aliran tersebut di Thailand.
Di tahun yang sama, hubungan Ahmadiyah dengan Syarikat Islam (SI) pimpinan HOS Tjokroaminoto semakin menguat. Ketika Pemimpin SI, menerbitkan tafsir Alquran pada 1930, kata pengantar diberikan pimpinan Ahmadiyah di Lahore, India. Kemudian, ketika ketepatan terjemahan kitab suci itu banyak dikritik, terutama dari kalangan Muhammadiyah, giliran pimpinan Ahmadiyah yang memberikan dukungan kepada Tjokroaminoto. Belakangan, hubungan antara kedua organisasi ini merenggang, namun bukan karena masalah keimanan melainkan perbedaan dalam memposisikan pemerintah kolonial. SI dengan tegas menentang pemerintah kolonial sedangkan Ahmadiyah tetap loyal kepada kekuasaan Hindia Belanda.
Sejak diakui oleh pemerintah Hindia Belanda, Ahmadiyah terus berkembang dalam dua kelompok aliran, yaitu :
Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi.
Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.
JAI (Jemaat Ahmadiyah Qadyan Indonesia) dan GAI (Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia); mereka sama-sama mengimani Tadzkirah (kitab suci Ahmadiyah, yang disebut kumpulan wahyu muqoddas suci yang diyakini sebagai wahyu dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu kemudian dikumpulkan dalam bentuk kumpulan wahyu yang dinamai Tadzkirah
Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dan Rasul, bahkan mengaku kedudukannya sebagai anak Allah, atau bahkan MGA itu dari Allah, dan Allah itu dari MGA; semuanya ada di Tadzkirah, dan diyakini oleh Ahmadiyah Qadyan maupun Lahore.
Ahmadiyah Lahore tidak mau menerima pemahaman bahwa kekhalifahan hanya dipegang oleh anak cucu Mirza Ghulam Ahmad. Maka sejak matinya Nuruddin Bairawi, Ahmadiyah pecah jadi dua, Qadyan dan Lahore. Basyiruddin memimpin JA (Jemaat Ahmadiyah) Qadyan sebagai Khalifah yang kedua menggantikan Nuruddin, sedang Muhammad Ali memimpin AL (Ahmadiyah Lahore).
Dari segi keorganisasian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki dua kelompok yang berbeda dengan keyakinan (aqidah) yang berbeda pula. Pertama, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, kelompok ini biasa disebut dengan Ahmadiyah Qadiyan. Kedua, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, biasa disebut Ahmadiyah Lahore.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadiyan)
Kelompok Jemaat ini memiliki keyakinan bahwa:
Kelompok Jemaat ini memiliki keyakinan bahwa
1. Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M) mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam):
Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi sombong. (Tadzkirah, hal 385).
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia (sesuadah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam):
Artinya:""Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu – dan katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua". (Tadzkirah hal : 352)
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur'an, yaitu :
Surat Ali Imran ayat 31
Surat Al-A'raf ayat 158
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah "TADZKIRAH".
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur'an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk diri Mirza.
Artinya:"Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan - Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu diatas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat - Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian". (Tadzkirah hal : 396)
Catatan dari LPPI :
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur'an, yaitu :
Surat Maryam ayat 21
Surat Ali Imran ayat 55
Surat Al-Waqi'ah ayat 39-40
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah "TADZKIRAH".
4. Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu Allah.
Artinya: "Bahwasannya langit dan bumi itu keduanya adalah sesuatu yang padu,kemudian Kami pisahkan antara keduanya – katakanlah sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa". (Tadzkirah hal : 245)
Ayat-ayat bikinan Mirza Ghulam Ahmad itu dicomot dari sana-sini dengan mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci Al-Qur'an, dan penyambungan yang semau-maunya yaitu :
Surat Al-Anbiya' ayat 30
Surat Al-Kahfi ayat 110
5. Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak.
Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu. (Tadzkirah, hal 436).
Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak:
Kamu di di sisi-Ku pada ke-dudukan anak-Ku. (Tadzkirah hal 636)
6. Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh. Kitab Tadzkirah halaman 402.
Musuh akan berkata: kamu (Mirza Ghulam Ahmad) bukanlah orang yang diutus (Rasul). (Tadzkirah hal. 402)
Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat.
Tadzkirah, halaman 748-749:
Memutar balikkan ayat-ayat Al-Qur'an.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. (QS Al-Masad: 1, 2). (haji/ data ada di LPPI).
eramuslim.com
duniabaca.comp2d org
akhirzaman.info
media.isnet.org
tulisan lain
Penyebaran Ahmadiyah di Indonesia bermula dari kedatangan Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad ke Jogjakarta pada Maret 1924 untuk menghadiri Kongres Ke-13 Muhammadiyah. Mereka dipersilakan berbicara dalam kesempatan tersebut. Beberapa pemikiran Ahmadiyah menarik perhatian banyak orang, terutama yang berkaitan dengan isu kedatangan Mesias atau Al Masih.
Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai “Organisasi Saudara Muhammadiyah”.
Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat
Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah dalam
lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo
tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa “orang yang percaya akan
Nabi sesudah Muhammad adalah kafir”. Djojosoegito yang diberhentikan
dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan
Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.
Perkembangan Ahmadiyah tidak menjadi surut dengan adanya fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah. Pada tahun 1930, pemerintah kolonial memberikan pengakuan terhadap Ahmadiyah. Selain ketua Djojosoegito, terdapat nama Erfan Dahlan sebagai pengurus. Erfan Dahlan adalah putra H Achmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang belajar tentang Ahmadiyah di Lahore dan kemudian mengembangkan aliran tersebut di Thailand.
Di tahun yang sama, hubungan Ahmadiyah dengan Syarikat Islam (SI) pimpinan HOS Tjokroaminoto semakin menguat. Ketika Pemimpin SI, menerbitkan tafsir Alquran pada 1930, kata pengantar diberikan pimpinan Ahmadiyah di Lahore, India. Kemudian, ketika ketepatan terjemahan kitab suci itu banyak dikritik, terutama dari kalangan Muhammadiyah, giliran pimpinan Ahmadiyah yang memberikan dukungan kepada Tjokroaminoto. Belakangan, hubungan antara kedua organisasi ini merenggang, namun bukan karena masalah keimanan melainkan perbedaan dalam memposisikan pemerintah kolonial. SI dengan tegas menentang pemerintah kolonial sedangkan Ahmadiyah tetap loyal kepada kekuasaan Hindia Belanda.
Sejak diakui oleh pemerintah Hindia Belanda, Ahmadiyah terus berkembang dalam dua kelompok aliran, yaitu :
Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi.
Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.
JAI (Jemaat Ahmadiyah Qadyan Indonesia) dan GAI (Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia); mereka sama-sama mengimani Tadzkirah (kitab suci Ahmadiyah, yang disebut kumpulan wahyu muqoddas suci yang diyakini sebagai wahyu dari Allah kepada Mirza Ghulam Ahmad).
Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu kemudian dikumpulkan dalam bentuk kumpulan wahyu yang dinamai Tadzkirah
Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi dan Rasul, bahkan mengaku kedudukannya sebagai anak Allah, atau bahkan MGA itu dari Allah, dan Allah itu dari MGA; semuanya ada di Tadzkirah, dan diyakini oleh Ahmadiyah Qadyan maupun Lahore.
Ahmadiyah Lahore tidak mau menerima pemahaman bahwa kekhalifahan hanya dipegang oleh anak cucu Mirza Ghulam Ahmad. Maka sejak matinya Nuruddin Bairawi, Ahmadiyah pecah jadi dua, Qadyan dan Lahore. Basyiruddin memimpin JA (Jemaat Ahmadiyah) Qadyan sebagai Khalifah yang kedua menggantikan Nuruddin, sedang Muhammad Ali memimpin AL (Ahmadiyah Lahore).
Dari segi keorganisasian, Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki dua kelompok yang berbeda dengan keyakinan (aqidah) yang berbeda pula. Pertama, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, kelompok ini biasa disebut dengan Ahmadiyah Qadiyan. Kedua, Gerakan Ahmadiyah Indonesia, biasa disebut Ahmadiyah Lahore.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadiyan)
Kelompok Jemaat ini memiliki keyakinan bahwa:
- Mirza Ghulam Ahmad a.s itu seorang nabi dan rasul.
- Mirza Ghulam Ahmad a.s menerima wahyu.
- Wahyu-wahyu tersebut diturunkan kepada Nabi Mirza Ghulam Ahmad di India.
- Menurut buku putih mereka, wahyu-wahyu tersebut ditulis Nabi Mirza dan terpencar dalam delapan puluh enam buku (Buku Putih, Kami Orang Islam, PB JAI, 1983, hal. 140-141).
- Wahyu-wahyu yang terpencar itu kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku bernama: Tadzkirah ya’ni wahyul muqoddas (Tadzkirah adalah: kumpulan wahyu-wahyu suci/sebuah kitab suci yaitu kitab suci Tadzkirah).
- Mereka mempunyai kapling kuburan surga di Qadiyan (tempat kuburan nabi Mirza). Kelompok ini menjual sertifikat kuburan surga tersebut kepada jama’ahnya dengan mematok harga yang sangat mahal. (copian sertifikat kuburan surga di Rabwah, dari buku Ahmad Hariadi, Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah Qadiyani, Rabithah Alam Islami, Makkah Mukarramah, 1408H/1988M, hal, 64-65).
- Qadiyan dan Rabwah bagi mereka adalah sebagai tempat suci.
Kelompok Jemaat ini memiliki keyakinan bahwa
- Mirza Ghulam Ahmad a.s itu seorang mujaddid (pembaharu) Islam.
- Mirza Ghulam Ahmad a.s muhaddats (orang yang berbicara dengan Allah secara langsung).
- Mirza Ghulam Ahmad a.s menerima wahyu. Adapun wahyu yang diterima Mirza merupakan potongan-potongan dari ayat Al Qur’an. Penurunan ayat yang sepotong-sepotong itu bukan berarti membajak ayat Al Qur’an. Menurut keyakinan mereka “Itu bukan urusan Mirza Ghulam Ahmad, tetapi urusan Allah”. (PB GAI, Agustus 2002, hal. 13).
- Seluruh wahyu-wahyu yang diterima Mirza Ghulam Ahmad itu adalah betul-betul wahyu yang datang dari Allah SWT.
1. Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M) mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam):
Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi sombong. (Tadzkirah, hal 385).
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia (sesuadah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam):
Artinya:""Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu – dan katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua". (Tadzkirah hal : 352)
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur'an, yaitu :
Surat Ali Imran ayat 31
Surat Al-A'raf ayat 158
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah "TADZKIRAH".
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur'an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk diri Mirza.
Artinya:"Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan - Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu diatas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat - Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian". (Tadzkirah hal : 396)
Catatan dari LPPI :
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur'an, yaitu :
Surat Maryam ayat 21
Surat Ali Imran ayat 55
Surat Al-Waqi'ah ayat 39-40
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah "TADZKIRAH".
4. Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu Allah.
Artinya: "Bahwasannya langit dan bumi itu keduanya adalah sesuatu yang padu,kemudian Kami pisahkan antara keduanya – katakanlah sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa". (Tadzkirah hal : 245)
Ayat-ayat bikinan Mirza Ghulam Ahmad itu dicomot dari sana-sini dengan mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci Al-Qur'an, dan penyambungan yang semau-maunya yaitu :
Surat Al-Anbiya' ayat 30
Surat Al-Kahfi ayat 110
5. Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak.
Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu. (Tadzkirah, hal 436).
Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak:
Kamu di di sisi-Ku pada ke-dudukan anak-Ku. (Tadzkirah hal 636)
6. Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh. Kitab Tadzkirah halaman 402.
Musuh akan berkata: kamu (Mirza Ghulam Ahmad) bukanlah orang yang diutus (Rasul). (Tadzkirah hal. 402)
Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat.
Tadzkirah, halaman 748-749:
Memutar balikkan ayat-ayat Al-Qur'an.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. (QS Al-Masad: 1, 2). (haji/ data ada di LPPI).
eramuslim.com
duniabaca.comp2d org
akhirzaman.info
media.isnet.org
tulisan lain